Apa yang sudah terjadi, belum terjadi, dan sedang terjadi adalah tiga bahasan yang beda. Bukankah kita menyadarinya, ketika waktu sudah menjelang dini hari, HP sudah kita letakan dan sebelum kita tertidur, kita menghabiskan setengah jam untuk merenung memikirkan tiga bahasan tersebut. Kita lebih sering memikirkan apa yang belum terjadi maka dari itu setiap pagi kita mandi kita sudah memikirkan apa yang akan kita lakukan sepanjang hari. Walaupun belum tentu hal itu kita lakukan tapi setidaknya kita memikirkannya.
Bagaimana yang sudah terjadi? Kita memikirkannya hanya di momen tertentu dan biasanya tidak lama. Kita ambil contoh si Rizal lagi oke, Rizal sudah selesai mandi dan setelah itu ia ingin menyelesaikan tugasnya yang dideadline malam itu juga. Karena hari itu Rizal bangun pagi, ia memutuskan untuk nongkrong dulu keluar. Waktu berjalan hingga akhirnya sore ia kembali dirumah. Sungguh hari yang melelahkan bukan? untuk refreshing, Rizal membuka YouTube dan melihat topik yang viral di sosial media. Setelah selesai menonton semua tanggapan YouTuber akan topik viral tersebut Rizal melihat jam. Sudah jam 10 malam. Waktu terisisa 2 jam untuk mengejar deadline nya dan rasa penyesalan bermunculan. Ah harusnya gue gini, ah harusnya gue gitu, dan blablabla. Singkat cerita tugasnya selesai sebelum deadline. Besoknya, Rizal tidak menghiraukan karena berkat kejadian kemarin dia mulai berasumsi bahwa dia adalah tipikal orang yang bisa kebut semalaman. Ingat para pembaca, ini adalah penyakit.
Hal sudah berlalu hanya dipirkan sementara. Seperti quotes mainstream di instagram yang sering kita lihat untuk tidak memikirkan apa yang berlalu itu benar. Tidak sedikit juga yang aneh seperti berbunyi “Orang lain tidak boleh kita bandingkan, satu-satunya yang patut dibandingkan adalah diri kita yang sebelumnya”. Mohon untuk lanjut scroll bawah saja dan tidak perlu risau akan hal tersebut, Lagi-lagi itu penyakit. Ingat para pembaca, itu adalah penyakit.
Izinkanlah gue untuk mengkoreksi sedikit tentang quotes tersebut. Berbicara soal membandingkan, tidak ada yang perlu dibandingi termasuk pula masa lalu kita. Done, end of the line, itu aja. Simpe, padat, dan jelas. Buruknya bila kita membandingkan diri kita dengan masa lalu adalah jika kedepannya kita melakukan hal baru yang lebih buruk dari masalalu. “Oh tidak, betapa buruknya diriku sekarang, dulu aku mabok”an dijalan hingga membuat ricuh warga dan sekarang aku mabok”an nyaris tiap hari padahal aku punya anak yang sudah SMA.” Setelah penyesalan tersebut, disusuli banyak penyesalannya lagi berupa “Seharusnya aku tidak mencoba alkohol” dan penyesalan berupa “Dasar Siamsul sialan, kenapa dulu kau mengajak aku minum alkohol” dan macam penyasalan lagi hingga membuat lingkaran setan.
Omong-omong, apa yang sebaiknya gue lakukan kur. Sebenarnya semua tergantung kalian, tapi bila gue memberi saran, gue sarankan untuk pikirkan apa yang benar-benar terjadi sekarang. Satu-satunya cara untuk meraih impian besar menakjukban kalian adalah dengan cara setelah membaca tulisan ini, tutup laman web ini, jangan buka instagram dan sosmed lainnya dan matikan HP kalian. Duduk dan kerjakan apa yang seharusnya kalian kerjakan sekarang. Terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca dan selamat kembali mengerjakan apa yang harus kalian kerjakan. Sekali lagi, terimakasih pembaca 🙂