Baiklah seluruh pengunjung blog ku dengan rata-rata 1 pengunjung perhari, hari ini aku sudah pensiun untuk menulis pemahaman dan idealis menurut pendapat dan pengetahuan aku(tentunya pengetahuan yang berdasarkan research) mulai hari ini aku akan memulai edisi baru yaitu edisi bercerita seperti ada yang membaca. Selamat menikmati.
“Hey mau dibawa kemana diri ku ini” aku bergumam dalam hati selagi pelanga pelongo sana sini melihati kenapa daerah ini seperti hutan rimba. Suasana yang pagi buta ini memang memancingku untuk menghirup dedaunan hijau, serasa seperti berada di pedesaan padahal ini adalah bagian timur dari Jakarta yang belum pernah aku kunjungi. Bang Gojek bersamaku melintasi jalanan berkelok-kelok dengan pemandangan pohon besar, pohon sedang, tanaman di sepanjang jalan, dan apapun itu yang berwarna hijau. Barangkali ada Mike Wazowski di jalan karena dia hijau juga tapi aku tidak fokus melihatnya.
Motor mulai berhenti dan ternyata sudah sampai destinasi, aku turun pelan-pelan seperti anak SD yang baru bisa turun dari motor(anak SD saja tidak sebocah itu) menghentakkan langkah pertama aku di tanah, tentunya ditemani sepatu New Balance yang sudah belel sejak SMP. Hari itu benar-benar pagi buta, apabila saat itu ada ranking siswa datang paling pagi tentunya aku sudah berada diurutan 5 besar.
Motor Bang Gojek mulai berjalan pamit seakan-akan meninggalkan aku di pertengahan hutan sepi ini. Sedikit muncul rasa penyesalan dalam hatiku memikirkan seandainya aku belajar lebih benar saat SMP, aku tentunya tidak berakhir disini. Tarik nafas dalam-dalam sambil menghempitkan kedua pantatku dan membidangkan posisi tubuhku aku mulai bersiap berjalan menuju gerbang sekolah aneh di pertengahan hutan. Itulah SMA ku, selamat datang di SMA hijau.
Waktu berjalan hingga Jam pada handphone Asus Zenfone ku bermotif layar seperti sarang laba-laba(alias rusak) sudah menunjukkan nyaris setengah 7, pertanda upacara bendera akan dimulai. Posisi aku sudah di dalam sekolah dan tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari luar gerbang sekolah, langsung aku menolehkan kepalaku ke luar gerbang sekolah dan ternyata benar, itu adalah gerombolan siswa keren berlarian, aku melihat sendiri jumlahnya sekitaran 100 kepala terdiri dari dua angkatan dimana dua itu adalah angkatan kelas 11 dan kelas 12, untuk nama yang lebih enak dibaca, sebut saja kelas 11 sebagai 19 dan kelas 12 sebagai 18, aku dan teman-teman seangkatanku sebagai kelas satu, kita disebut sebagai 20. Ya itu nama angkatan kelulusan. mereka berlari seperti dikejar T-Rex dan memasuki gerbang seperti.. Ya betul, seperti layaknya sang bos sekolah.
Mereka masuk dengan muka keren, ya definisikan sendiri lah muka keren itu seperti apa, dan sedikit-sedikit mengeluarkan muka tertawa seakan-akan mereka sedang menertawakan T-Rex yang gagal mengejar mereka. Tanpa aku sadari tempat yang aku duduki adalah tempat anak-anak keren angkatanku, jadi setelah kakel(kakak kelas) memasuki gerbang, beberapa temanku yang belom aku kenal namanya ada yang langsung berdiri dan memberi sapaan akrab kepada kakak kelas seperti:
“Yoo jal apakabar lu”
“Lah lu disini, bukannya lu pindahan”
“Haha lu ngapain lari-lari”
“Santai broo, gausah lari-lari”
Banyak teman angkatanku terlihat sudah akrab sebelumnya tapi ada juga yang berdiam diri hanya tersenyum dan mengangguk merendahkan leher megucapkan “Bang” seperti kura-kura mungil yang ingin disentuh kepalanya. Tidak ada yang keren, aku lihat hal ini seperti hukum alam interaksi senior dan junior dalam sekolah, padahal aku berekspektasi sesuatu yang unik, seperti ada 18 memukul 20 secara tiba-tiba dan membuat kegaduhan satu lapangan.
Barisan upacara membentuk 3 bagian barisan dari yang paling kiri 20, tengah 18, dan kanan 19. Saat aku berdiri berbaris di barisan kelasku, aku menengok kanan melihat para 18 bagaikan jerapah yang sedang berbaris, seketika skenario konyol dalam otakku membayangkan apakah 2 tahun lagi saat aku kelas 12 aku bakal setinggi para jerapah tersebut? Hei apabila aku sudah setinggi jerapah, bakal setinggi apa para jerapah yang aku lihat sekarang? aku malah membayangkan T-Rex. Entah, sulit sekali ditebak apa mereka yang jerapah atau kita yang terlalu cebol.
Sebagian besar jerapah tersebut berwajah galak seperti membuat ekspresi ingin memakan kita para cebol, ya kita bagaikan daun yang akan disantap oleh jerapah. “Psst” suara bisikan berkali-kali mulai terdengar dari sebelah kanan dan aku yakin 18 sedang iseng. Jangan pernah berharap tahun pertama SMA kalian adalah tahun indah kalian dimana kalian mendapat banyak teman baru lebih asyik kemudian anda sombongkan kepada teman SMP kalian. Selain itu salah besar, itu juga merupakan ide bodoh. Tapi memang itu yang kebanyakan orang lakukan di tahun pertama SMA.
Terdengar sebuah percakapan antara 20 dan 18 di dekatku, aku berusaha untuk mendengarkannya tapi aku tidak fokus, aku masih membayangkan apakah aku nanti kelas 12 akan bisa setinggi para jerapah ini, Ya tuhan kenapa selalu sepertI ini, skenario konyolku bermain disaat situasi yang tidak aku inginkan. Di tengah percakapan, aku mendengar perkataan dari 18 berbunyi “Eh join komunitas keren kita” seketika aku langsung menengok ingin melihat siapa yang mengucapkan itu, orang itu bertinggi tidak setinggi jerapah yang lain, dia agak lebih sedikit tinggi dariku, wajahnya tidak membuat para wanita kelas satu senyum malu melihat dia karena wajahnya tidak rupawan melainkan wajahnya sangat teler, tapi dari gaya berdirinya dan gaya bicaranya tentu sangat keren. Kepala nya dimiringkan 45 derajat dan posisi berdirinya juga miring sedikit, mungkin sekitar 15 derajat ke belakang. Melihat dia, seperti kombinasi orang teler dan orang berwujud menara pisa(bayangkan saja ada orang seperti ini). Untuk nama yang lebih baik mari kita sebut “Komunitas Keren” tesebut adalah “Shiftbrick“, setiap sekolah Jakarta memiliki komunitas atau geng anak keren sok keren dan tentunya diberikan nama. Untuk komunitas keren nama sekolahku bernama “Shiftbrick”.
Karena “keren” itu sendiri relatif, menurut beberapa orang, komunitas tersebut tidak keren, ada juga yang benci komuntas tersebut, ada juga yang tidak senang bertemu orang tersebut, ada juga yang gondok ingin memusnahkan komunitas tersebut, ada juga yang ingin sekali menjadi bagian komunitas tersebut, ada juga yang yasudahlah, banyak sekali responnya. Sebagai anak muda berumur 14 yang masih terpengaruh besar dengan derajat sosial, aku mulai membanding-bandingkan dalam pikiran tentang “Kalo aku seperti ini terlihat keren tidak ya”, “Kalo aku berpakaian seperti ini terlihat unik tidak ya”, “Kalo aku bergabung Shiftbrick aku terlihat keren di depan teman angkatanku tidak ya”. “Kalo aku memiringkan kepalaku 45 derajat dan memiringkan posisi berdiriku 15 derajat ke belakang saat sedang bicara dengan orang aku terlihat keren tidak ya”, semua pikiran perbandingan status sosial berputar dipikiranku, seolah-olah ingin berlutut sambil merentangkan tangan dan berteriak ke langit mengucapkan “Aku ingin terlihat keren!”
Saat SMP, celana ku gombrong seperti karung beras sampai kelas 3, ada satu celana kecil yang aku gunakan hanya saat hari UN dan setelah kelulusan, bodoh sekali ya untuk apa coba? Setelan pakaian SMA ku juga sama seperti SMP, tetapi gombrong kali ini unik keluaran pasar, seperti gombrong tapi tidak gombrong. Jadi ketika ada guru razia yang ingin memotong celanaku ada kemungkinan besar dia terdiam bingung melhat celanaku sambil bertanya-tanya dalam hati dengan diri sendiri menanyakan kenapa ini celana aneh sekali. Shoutout buat pasar yang aku beli celana nya gatau pasar apa pokoknya anda keren sekali dalam membuat celana SMA bung.
Beberapa temanku yang aku kenal perlahan-lahan mulai bergabung Shiftbrick, meninggalkan diriku seorang, “Ah apa enaknya aku menjalankan keseharian di SMA hijau tanpa bergabung dengan Shiftbrick“, bukan hal yang rumit, bergabung tinggal bergabung saja bukan?
Bersambung..